Pendidikan vokasi industri gerbang tingkatkan daya saing
fokuspos. Keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9
tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam
rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia menjadi awal kebangkitan SMK di dalam negeri.
Untuk menindaklanjuti arahan Presiden
Joko Widodo tersebut, lima menteri kabinet kerja menandatangani nota
kesepahaman terkait pengembangan pendidikan vokasi industri berbasis
kompetensi.
Penandatanganan yang dilakukan oleh
Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara
Rini Soemarno itu disaksikan oleh Menko PMK Puan Maharani dan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Mengutip dari Antara, Menteri Puan
menyebut nota kesepahaman tersebut diharapkan dapat menjadi dasar bagi
para menteri dan seluruh jajarannya untuk berkoordinasi dengan lebih
baik.
“Pada sejumlah SMK dan politeknik,
industri akan dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, sehingga
tidak ada lagi mismatch antara dunia pendidikan dengan dunia kerja,”
ujarnya.
Saat ini, lembaga pendidikan vokasi di
dalam negeri memang belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dunia
industri. Pasalnya, masih banyak lembaga pendidikan vokasi, seperti SMK
yang diisi oleh guru dengan keilmuan normatif.
Pendidikan Kejuruan Berbasis Industri
Kementerian Perindustrian berupaya
menciptakan tenaga kerja Indonesia yang terampil sesuai kebutuhan dunia
usaha melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. Untuk itu, diterbitkan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi
yang Link and Match dengan Industri.
Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi
SMK dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang sesuai dan terhubung
atau “link and match” dengan industri. Sedangkan, bagi perusahaan
diminta untuk memfasilitasi pembinaan kepada SMK dalam menghasilkan
tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten,
Airlangga menyebutkan, jumlah tenaga
kerja industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun. Misalnya, tenaga kerja pada 2006 sebanyak 11,89 juta orang
meningkat menjadi 15,54 juta orang pada 2016, atau dengan rata-rata
kenaikan sekitar 400 ribu orang per tahun.
“Berdasarkan perhitungan kami, dengan
rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5-6 persen per tahun, dibutuhkan
lebih dari 500-600 ribu tenaga kerja industri baru per tahun,”
ungkapnya.
Untuk itu, Airlangga berharap,
pendidikan kejuruan yang memiliki konsep keterkaitan dan kesepadanan
dengan dunia industri akan mampu memasok tenaga kerja terampil.
“Pemerintah telah menargetkan jumlah
tenaga kerja dalam program ini bisa mencapai satu juta orang pada tahun
2019. Oleh karenanya, sebanyak 200 SMK di seluruh Indonesia yang akan
kami libatkan,” tuturnya.
Dalam Permenperin tersebut, dijelaskan
peran SMK, antara lain melakukan penyusunan kurikulum yang mengacu pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau standar
internasional. Upaya ini akan melibatkan pelaku dan asosiasi industri.
Di Austria, Swiss, dan Jerman, sebagai
negara yang industrinya cukup maju, mereka menerapkan waktu belajar di
SMK selama empat tahun dan usia 16 tahun sudah magang.
“Bahkan, Kadin dan industri di sana yang menyiapkan kurikulumnya,” ujar Airlangga.
Selanjutnya, SMK perlu menyediakan
kebutuhan minimum sarana dan prasarana praktikum seperti workshop dan
laboratorium, serta pemenuhan kebutuhan guru bidang studi produktif.
“Untuk guru tersebut, SMK dapat
memanfaatkan karyawan purna bakti atau silver expert dari industri.
Mereka akan mendapat pelatihan bidang pedagogik,” imbuhnya.
Sedangkan, peran industri, di antaranya
adalah memberikan masukan untuk penyelarasan kurikulum di SMK,
memfasilitasi praktek kerja bagi siswa SMK dan magang bagi guru sesuai
dengan program keahlian, menyediakan instruktur sebagai pembimbing
praktek kerja dan magang, serta mengeluarkan sertifikat bagi siswa SMK
dan guru.
“Untuk meningkatkan keterlibatan
perusahaan industri dan memastikan keberlanjutan program link and match
dengan SMK, Kemenperin telah menyusun skema insentif bagi perusahaan
yang terlibat dan diusulkan penetapannya oleh Menteri Keuangan,” papar
Airlangga.
Adapun Permenperin No.3/2017 ini berlaku sejak tanggal ditetapkan pada 27 Januari 2017.
Pendidikan Vokasi “Link and Match” Industri
Sebagai bentuk implementasi dari
Permenperin No.3/2017, Kemenperin telah menunjuk sejumlah industri untuk
melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap SMK di wilayah sekitar
lokasi perusahaannya, yang dikemas dalam program link and match.
Untuk tahap pertama, peluncuran program
link and match antara SMK dengan industri dilakukan di Jawa Timur pada
akhir Februari 2017, yang melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 261 SMK.
“Dengan asumsi, setiap SMK akan
melibatkan 200 siswa, maka jumlah siswa yang siap diserap oleh sektor
industri sebanyak 52.200 siswa,” ungkap Menperin.
Di samping itu, lanjut Airlangga, jumlah
tersebut juga ditambah melalui program Diklat 3 in 1 (pelatihan
sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja) yang diinisiasi oleh
Kemenperin dengan melibatkan sebanyak 4.500 peserta di wilayah Jawa
Timur. Secara kumulatif, diprediksi akan tercipta sebanyak 600.000 calon
tenaga kerja yang dapat memenuhi kebutuhan industri pada tahun 2019.
“Dengan konsep pendidikan kejuruan yang
menekankan pada penguasaan kemampuan kerja di industri, maka pola
pembelajaran harus menjadi 60 persen praktek dan 40 persen teori sesuai
dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk sektor industri,” jelasnya.
Menurut Airlangga, program tersebut juga
bertujuan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dalam
menghadapi era industri 4.0.
“Kami harapkan program ini akan
memperbaiki keterampilan tenaga kerja di Indonesia sehingga mereka punya
daya saing lebih. Kami juga menginginkan mereka diperkenalkan dengan
industri 4.0 sehingga ke depannya pekerja kita tidak gagap teknologi,”
paparnya.
Khusus untuk program penguatan SDM
industri melalui pendidikan vokasi, sejumlah proyek percontohan yang
berbentuk kerja sama SMK dengan industri sudah mulai dilaksanakan.
Sebagai contoh, kerja sama antara PT
Petrokimia Gresik dengan 7 SMK di Jawa Timur, PT Astra Honda Motor
dengan 9 SMK di Banten dan Sulawesi Selatan, dan PT Polytana Propindo
dengan 4 SMK di Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat.
“Kami harapkan, satu industri minimal
dapat menggandeng lima SMK. Bahkan, kalau industri bisa bangun
politeknik, kami akan beri insentif,” tuturnya.
Airlangga menjelaskan, insentif yang
diajukan antara lain tax rebate atau tax deduction (pengurangan pajak)
200 persen untuk belanja yang terkait pelatihan dan pendidikan vokasi.
“Jadi kalau mereka investasi Rp500 juta
untuk vokasi, fasilitas yang diberikan adalah Rp1 miliar, dan Rp1 miliar
ini akan menjadi pemotong pajak,” jelasnya.
Selain itu, fasilitas penurunan pajak
senilai 300 persen untuk belanja yang terkait kegiatan penelitian dan
pengembangan yang dilakukan perusahaan.
“Contohnya, industri farmasi. Sektor ini
membutuhkan inovasi, sehingga mereka tidak perlu lagi ke luar negeri,
tetapi R&D-nya bisa dilakukan di Indonesia,” ujarnya.
Menyulut Motivasi
Program ini bukan hanya akan membantu
meningkatkan daya saing industry, namun juga menyulut motivasi
pelajar-pelajar SMK serta pengajar. Hal tersebut disampaikan Kepala
Sekolah SMK 1 Pangkalan Kerinci, Riau, Nurasia, yang sekolahnya
mendapatkan bantuan.
“Bagus dan sangat memotivasi kami semua.
Dari SMK 1 Pangkalan Kerinci, Riau, kami memiliki banyak jurusan, mulai
dari pariwisata, manajemen, teknik informasi, jadi ini sangat membantu
kami,” ungkap Nurasia.
Hal senada disampaikan tim pengajar dari
SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Chairy. Ia menyampaikan,
dengan pengadaan peralatan pelatihan yang sama dengan industry, maka
para siswa, termasuk pengajar, dapat merasakan langsung pengalaman
menggunakan peralatan seperti di pabrik.
“Jadi kita nanti tidak akan kaget lagi.
Apalagi anak-anak, mereka jadi tidak perlu beradaptasi terlalu lama
untuk mengoperasikan alat-alat itu,” ujarnya.
Dengan berbagai upaya tersebut, Program
Vokasi yang digagas pemerintah ditengarai menjadi gerbang tidak hanya
untuk peningkatan kualitas SDM, namun juga jembatan menuju industry
nasional yang berdaya saing.
Comments
Post a Comment